Gangguna Jiwa Manusia : Depresi
Pengertian
Depresi
Seseorang dikatakan depresi apabila
aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lamban dan diikuti oleh perubahan
suasana hati. Sesorang yang mengalami depresi memiliki pemikiran yang negatif
terhadap dirinya sendiri, terhadap masa depan, dan ingatan mereka menjadi
lemah, serta kesulitan dalam mengambil keputusan.
Menurut Suryantha Chandra (2002 :
8), depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi
kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan
sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan
istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan
kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga.
Individu yang menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat
lambat, kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang
sangat, insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan, rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh diri (John &
James, 1990 : 2).
Salah satu gejala depresi adalah
pikiran dan gerakan motorik yang serba lamban (retardasi psikomotor), fungsi
kognitif (aktifitas mental emosional untuk belajar, mengingat, merencanakan,
mencipta, dan sebagainya) terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal kesadaran
yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku orang
yang depresi berbeda – beda dari yang ringan sampai pada kesulitan – kesulitan
yang mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan
gaya gerak lambat (A. Supratiknya, 1995 : 67).
Menurut Maramis (1998 : 107),
depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus
asa, dan penyesalan yang patologis. Depresi juga disertai dengan komponen
somatik seperti anorexia, konstipasi, tekanan darah dan nadi menurun. Dengan
kondisi yang demikian, depresi dapat menyebabkan individu tidak mampu lagi
berfungsi secara wajar dalam hidupnya.
Depresi pada lanjut usia
kemungkinan akan sangat berkaitan dengan proses penuaan yang terjadi pada diri
lanjut usia, pada fase tersebut sering terjadi perubahan fisik dan mental yang
mengarah ke penurunan fungsi. Proses menjadi tua menghadapkan lanjut usia pada salah
satu tugas yang paling sulit dalam perkembangan hidup manusia. Hurlock (1992 :
387 ) mengemukakan beberapa masalah yang umumnya unik pada lanjut usia, yaitu :
1. Keadaan
fisik lemah dan tidak berdaya, sehingga bergantung pada orang lain.
2. Status
ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.
3. Menentukan
kondisi fisik yang sesuai dengan perubahan status ekonominya.
4. Mencari
teman untuk mengganti pasangan yang meninggal atau cacat.
5. Mengembangkan
kegiatan untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah.
6. Belajar
untuk memperlakukan anak – anak yang sudah besar sebagai orang dewasa.
7. Mulai
terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang
dewasa.
8. Mulai
merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut dan
memiliki kemampuan untuk menggantikan kegiatan lama yang berat dengan yang
lebih cocok.
9. Menjadi
korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat-obatan, dan kriminalitas karena
tidak sanggup lagi mempertahankan diri.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa depresi pada lanjut usia adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
gangguan psikologis yang berpengaruh terhadap suasana hati, cara berpikir,
fungsi tubuh dan perilakunya, seperti rasa sedih, kehilangan minat dan
kegembiraan, insomnia, putus asa dan merasa tidak berharga. Jadi keadaan
depresi dapat diketahui dari gejala dan tanda yang penting yang mengganggu
kewajaran sikap dan tindakan individu atau menyebabkan kesedihan yang mendalam.
Contoh
kasus Depresi
Ilustrasi
kasus klinis:
Tn.A adalah seorang bapak berusia
pertengahan 30-an. Ia datang berkonsultasi ke psikiater atas anjuran dari salah
seorang rekannya. Saat datang untuk pertama kalinya, terlihat bahwa mimik
wajahnya murung dan nampak tidak bersemangat. Ketika dilakukan wawancara dan
pemeriksaan psikiatrik, suaranya pelan, gerak-geriknya minimal, dan ia sering
menanyakan ulang pertanyaan yang ditanyakan oleh psikiater pemeriksa. Tn. A
menceritakan bahwa ia sudah merasa sedih berkepanjangan di mana hampir tak ada
satu haripun ia merasa bahagia selama 1 bulan terakhir dan aktivitasnya
terbatas di dalam rumah saja. Satu bulan lalu ternyata ia baru saja di PHK dari
pekerjaannya. Rasa sedihnya disertai dengan penurunan berat badan yang nyata
sekitar 3-4 kg karena hilangnya nafsu makan, kehilangan semangat dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, sulit untuk jatuh tidur atau kalau pun bisa ia
mudah sekali terbangun dari tidurnya. Setelah beberapa saat kemudian, Tn.A
bercerita bahwa perasaan sedihnya bertambah parah semenjak dua minggu terakhir,
ia menjadi mudah menangis tanpa sebab-sebab yang jelas dan ia merasa pesimis
dengan masa depannya serta keluarganya. Akhir-akhir ini, ia berpikir bahwa
hidupnya tidak berharga dan lebih baik ia mati saja. Semenjak di PHK Tn.A juga
tidak pernah lagi mencoba mencari pekerjaan baru karena merasa putus asa dengan
hidupnya selain itu saat ini dia menjadi menarik diri dari pergaulan padahal dahulu
ia dikenal sebagai orang yang aktif dalam kegiatan RT di lingkungannya. Rasa
sedihnya menjadi bertambah parah karena Tn.A mulai kebingungan akan pembiayaan
hidupnya sehari-hari beserta keluarganya.
Gejala-gejala yang dialami oleh
Tn.A di atas merupakan bagian dari gangguan depresi mayor dan contoh kasus di
atas merupakan salah satu contoh kasus yang ekstrim. Gangguan ini termasuk
dalam kelompok gangguan jiwa dan merupakan salah satu jenis gangguan afektif
(gangguan terkait suasana perasaan). Di Amerika Serikat, depresi saat ini
merupakan penyebab disabilitas terbesar. Sedangkan menurut WHO, di seluruh
dunia pada tahun 2020, diperkirakan bahwa depresi akan menjadi penyebab
disabilitas terbesar nomor dua. Gangguan ini sering kali tidak terdeteksi
dengan benar dan akibatnya tidak mendapat tatalaksana yang benar pula. Depresi
yang tidak diterapi dengan benar akan menyebabkan penderitaan serta disabilitas
terutama dalam bidang sosial dan pekerjaan. Oleh sebab itu dapat dibayangkan
tingkat keparahan dampaknya bagi suatu negara baik secara ekonomis dan
non-ekonomis baik pada masa kini maupun pada masa depan.
Hal yang harus diperhatikan pada
gangguan depresi mayor adalah seringnya kondisi ini disertai dengan ide-ide
ataupun percobaan bunuh diri. Rata-rata angka kematian akibat bunuh diri pada
pasien dengan gangguan depresi mayor adalah sekitar 15%. Gangguan depresi mayor
merupakan faktor penyebab pada setidaknya setengah kasus percobaan bunuh diri
di Amerika Serikat dan bahkan di dunia. Terdapat fakta-fakta yang menyebutkan
peningkatan angka bunuh diri terutama pada golongan manula.
Penyebab
dan Faktor Resiko
Sampai saat ini mekanisme munculnya
depresi sebetulnya belum diketahui secara cukup jelas. Namun dari penelitian
lanjutan diketahui bahwa gangguan ini terkait dengan interaksi multifaktor
hingga bisa bermanifestasi secara klinis. Pada seorang penderita depresi,
umumnya ditemui gangguan pengaturan sistem hormonal di otak yang dikenal
sebagai neurotransmitter. Neurotransmitter yang bermasalah berasal dari kelompok
neurotransmitter mono amin yaitu serotonin, dopamin, dan nor epinefrin.
Beberapa penyakit klinis juga diketahui dapat memicu munculnya depresi. Selain
itu, umumnya didapatkan adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga pada
pasien penderita depresi. Depresi dapat muncul dengan stresor yang jelas
ataupun tidak. Stresor adalah faktor pemicu munculnya gangguan jiwa, umumnya
berupa suatu peristiwa yang membekas secara psikologis pada penderita.
Terdapat beberapa faktor yang
memperbesar resiko munculnya gangguan depresi mayor pada seseorang, di
antaranya : berjenis kelamin wanita, kulit putih dan berwarna (orang kulit
hitam lebih jarang terkena), wanita yang single atau bercerai. Usia rata-rata
penderita depresi mayor umumnya berkisar antara 20 hingga 50 tahun namun tidak
menutup kemungkinan bahwa anak-anak, remaja, dan manula untuk dapat menderita
gangguan ini. Pada anak-anak tidak didapati perbedaan yang mencolok antara anak
laki-laki dan perempuan yang menderita depresi. Pada manula, keluhan fisik dan
gangguan fungsi kognitif lebih menonjol dibandingkan suasana perasaan yang
depresif sehingga perlu untuk lebih diwaspadai.
Gambaran
Klinis
Kriteria diagnostik klinis gangguan
depresi mayor menurut DSM IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,
4th edition, text revision) adalah adanya suatu keadaan mood yang terdepresi
baik yang dirasakan sendiri atau yang diamati oleh orang lain dan menghilangnya
atau berkurangnya minat dan kesenangan pada hampir semua aktivitas yang
dikerjakan. Kedua kondisi tersebut berlangsung hampir setiap hari selama
sekurangnya dua minggu berturut-turut. Kedua kondisi tersebut diikuti dengan
sekurangnya 3 dari kondisi berikut yang juga berlangsung selama sekurangnya dua
minggu berturut-turut dan nyaris berlangsung tiap hari :
1.Berkurangnya berat badan secara dratis walaupun tidak
sedang diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (kenaikan berat
badan lebih dari 50% dalam satu bulan) akibat penurunan atau peningkatan nafsu
makan.
2.Insomnia (sulit tidur) atau hipersomnia (tidur berlebihan).
3.Agitasi (mengamuk) atau retardasi psikomotor (malas
bergerak).
4.Merasa lesu atau hilang tenaga.
5.Merasa tidak berharga atau adanya rasa bersalah yang
berlebihan atau tidak sesuai dengan kondisinya.
6.Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi
dan ketidakmampuan untuk memutuskan sesuatu.
7.Adanya pikiran berulang mengenai kematian, atau pikiran
berulang mengenai ide-ide bunuh diri tanpa rencana yang spesifik, atau
percobaaan bunuh diri, atau rencana bunuh diri yang spesifik.
Gejala-gejala tersebut harus
menyebabkan suatu penderitaan atau gangguan fungsi yang signifikan dalam bidang
sosial, pekerjaan, atau bidang lain yang penting dalam fungsi hidup
sehari-hari. Gejala yang muncul juga bukan akibat langsung dari penggunaaan zat
(contoh: penggunaan obat dalam jangka waktu lama) atau kondisi medis tertentu
(contoh:hipotiroid). Gejala yang muncul juga bukan reaksi yang muncul akibat
suatu reaksi berduka akibat kehilangan orang yang dicintai.
Anjuran
Penanganan
Saat ini penatalaksanaan yang
dilakukan untuk gangguan depresi mayor meliputi penanganan dengan farmakologi
(obat-obatan) dan non farmakologi. Penanganan secara farmakologi dilakukan
dengan pemberian obat-obat anti depresan sedangkan penanganan secara non
farmokologis meliputi pemberian psikoterapi dan ECT. Hasil terbaik umumnya
diperoleh dengan terapi kombinasi antara pemberian obat-obatan dengan
psikoterapi.
Penanganan terhadap gangguan
depresi mayor yang sukses dapat dicapai dengan follow-up yang baik paska
meredanya episode akut dari gangguan ini. Gangguan depresi mayor yang tidak
diterapi dengan benar memiliki tingkat kemungkinan kekambuhan yang tinggi,
sekitar 50-60% kasus dari episode tunggal bisa mengalami pengulangan di masa depan,
sekitar 70% yang sudah mengalami kekambuhan ke-2 kali dapat mengalami
kekambuhan lagi bila tidak diterapi, dan sekitar 90% yang sudah mengalami
kekambuhan ke-3 kalinya dapat mengalami kekambuhan berikutnya. Dapat kita lihat
bahwa kemungkinan kekambuhan semakin meningkat seiring dengan semakin seringnya
seseorang mengalami gangguan ini.
Seringkali walaupun gejala-gejala
sudah mereda, terapi tetap akan dipertahankan selama sekitar 6 bulan sampai
dengan 1 tahun untuk mencegah terjadinya kekambuhan gejala. Kekambuhan gejala
dapat dicegah hingga 70-80% dengan terapi yang benar. Oleh sebab itu jika Anda
atau keluarga Anda mengalami gejala-gejala gangguan depresi mayor, segeralah
berkonsultasi dengan psikiater terdekat untuk mendapatkan penanganan yang tepat
secepatnya.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar