Konservasi Arsitektur di Indonesia (Gedung Lawang Sewu)
Pendahuluan
Kota Semarang
merupakan salah satu kota yang memiliki banyak peninggalan dari zaman kolonial.
Hal ini terbukti dari terdapatnya bangunan-bangunan kolonial yang tersisa.
Perkembangan bangunan-bangunan kolonial yang ada di Semarang ini tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan bentuk-bentuk bangunan Eropa pada masa lalu,
meskipun pada penerapannya tidak terlalu mirip dengan bangunan yang ada di
Eropa.
Gedung Lawang Sewu pada Tahun 1910 (sumber: google images)
Lawang Sewu adalah
salah satu bangunan bersejarah di Indonesia yang mempunyai integritas
arsitektur yang kuat dari perpaduan pengaruh barat, terutama Eropa dan keunikan
lokal yang kental. Tampilan bangunan gedung Lawang Sewu menganut gaya
Romanesque Revival dengan ciri yang dominan, yaitu memiliki elemen-elemen
arsitektural yang berbentuk lengkung sederhana dan dirancang dengan pendekatan
iklim setempat. Penyelesaian sudut bangunan dengan adanya dua fasade serta
penggunaan menara pada gedung Lawang Sewu sedikit banyak diilhami oleh bentuk
sudut bangunan kota-kota Eropa zaman abad pertengahan yang masih berkembang
sampai saat ini. Secara umum, gedung Lawang Sewu tidak memiliki simbol yang
penting, namun apabila ditinjau dari skala kota atau wilayah keberadaan gedung
yang terletak di pusat kota, keberadaan gedung Lawang Sewu ini sangat berarti
bagi pembentukan citra lingkungan dan mampu tampil sebagai landmark dari kota
Semarang. Sebagai salah satu ikon dari kota Semarang dan Indonesia, masyarakat
dengan pemerintah provinsi bersama-sama untuk merawat gedung Lawang Sewu.
Harapannya gedung Lawang Sewu ini mampu untuk mengembalikan kembali citra kota
Semarang yang humanis dan citra kota yang baik.
Objek
dan Persoalan
Lawang Sewu terletak
di Jalan Pemuda, tepatnya di perempatan Jalan Pandanaran, Jalan Dr. Soetomo,
dan Jalan Soegijapranata, Semarang. Lawang Sewu pada awalnya didesain oleh Ir.
P. de Rieau di Amsterdam. Desain tersebut kemudian dibangun oleh Prof. Jacob
Klinkhamer dan BJ Oudang. Pembangunan dimulai pada tahun 1863 dan selesai
secara intensif pada tahun 1913. Lawang Sewu resmi digunakan pada tanggal 1
Juli 1907.
Hak milik dari
Lawang Sewu adalah Nederlandsch Indische Spoorweg (NIS), yang merupakan cikal
bakal perkeretaapian di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, gedung Lawang
Sewu digunakan sebagai kantor perkeretaapian milik Indonesia, yatu Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA). Lalu pada tahun 1949, Lawang Sewu digunakan sebagai
kantor administrasi oleh Kodam IV Diponegoro. Pada tahun 1994, Lawang Sewu
disewa oleh PT Binangun Artha Perkasa (BAP) dan Perumka DAOP IV Semarang dalam
perjanjian Memorandum of Understanding. Setelah itu, Lawang Sewu ditempati oleh
Departemen Perhubungan selama dua tahun. Akhirnya Lawang Sewu dijual kepada
pihak swasta dengan alasan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan.
Gedung Lawang Sewu
dibagi menjadi empat bagian, yaitu gedung A, B, C, dan D. Gedung A merupakan
gedung utama dari Lawang Sewu yang berbentuk huruf L. Gedung B adalah gedung di
bagian belakang yang bentuknya membujur dengan arah utara-selatan. Gedung C
adalah gedung bagian tengah yang dulu difungsikan sebagai kantor. Gedung D
merupakan gedung yang memiliki fasilitas- fasilitas penunjang seperti kamar
mandi.
Bangunan Utama yang Berbentuk Huruf L (sumber: google images)
Pembahasan
Dalam konservasi
yang dilakukan pada gedung Lawang Sewu ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dan dipikirkan. Hal pertama yang harus dipikirkan adalah bagaimana
proses publikasi dan sosialisasi tentang proses dan hasil konservasi. Publikasi
dan sosialisasi ini berisi informasi tentang seluruh pelosok gedung Lawang
Sewu, seperti teknologi glasir mutakhir dan sistem saluran udara dan air yang
canggih. Dengan adanya publikasi dan sosialisasi ini tentu akan membangkitkan
kesadaran banyak pihak, terutama masyarakat kota Semarang dan umumnya
masyarakat Indonesia terhadap apa yang disebut heritage atau warisan budaya
hingga kepada pemahaman mengapa bangunan dan lingkungan penting dan layak untuk
dilestarikan.
Konservasi Gedung Lawang Sewu (sumber: google images)
Hal lain yang harus
dipikirkan adalah nilai ekonomi dari Gedung Lawang Sewu. Rencana kegiatan atau
fungsi baru dari ruangan atau gedung dari Lawang Sewu harus digerakkan sejak
dini. Pemerintah setempat bersama dengan pemilik bangunan, yaitu PT Kereta Api
harus menjadi regulator yang mendukung upaya revitalisasi yang sesungguhnya dan
juga mencari cara untuk mendatangkan investor. Rencana ini sangat penting agar
ruangan dan gedung yang sudah dikonservasi tidak menganggur terlalu lama hingga
kembali menjadi bangunan mati.
Nilai ekonomi dari
Lawang Sewu juga menjadi ruang bisnis komersial dari Lawang Sewu. Hasil yang
didapatkan dari bisnis tersebut akan digunakan untuk mendanai pemeliharaan dan
perawatan pada gedung Lawang Sewu selama tidak menyimpang dari kaidah-kaidah
pemanfaatan benda cagar budaya. Karena pemanfaatan yang tidak mematuhi
kaidah-kaidah yang berlaku justru akan menghancurkan gedung dan akan
menghilangkan nilai budaya yang seharusnya dapat lebih ditonjolkan. Banyak
kegiatan bisnis yang dapat dilakukan tanpa keluar dari kaidah pelestarian
bangunan. Pada bangunan utama dapat dijadikan shop-arcade mall, convention
room, food and berverage, exhibition, especial event, atau balai lelang
internasional. Gedung B dapat dijadikan rumah kreatif seperti sekolah untuk
manajemen warisan sejarah, museum, situs fotografi, situs sinematografi, dan
sebagainya. Dengan adanya pemanfaatan dari gedung yang juga menghasilkan
keuntungan tentu saja akan membuat gedung tersebut tidak menganggur dan bisa
menjadi pemasukan bagi perusahaan.
Gedung Lawang Sewu Kini (sumber: google images)
Masalah lain yang
tidak kalah penting untuk dipikirkan adalah pengembangan sumber daya. Kasus
lemahnya pengembangan dan pemanfaatan benda cagar budaya yang ada di dalam
sebuah situs maupun sebuah museum menjadi gambaran konkrit yang hingga saat ini
masih jelas terlihat. Untuk itu ketidakmampuan masyarakat harus dikembangkan
melalui suatu kegiatan dan kreativitas yang tinggi sehingga warisan budaya
mampu menjadi sumber daya yang sungguh bisa menyelesaikan permasalahan bangsa
tentang pelestarian warisan budaya dan secara bertahap membuat perbaikan.
Gedung Lawang Sewu adalah sebuah warisan budaya yang secara jelas memiliki
potensi dan mampu dijadikan kiblat percontohan dari pelestarian dan pemanfaatan
warisan budaya yang pastinya akan menjadi sorotan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam dunia pelestarian benda cagar budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://reyhanzidnyy.blogspot.com/2016/03/konservasi-arsitektuk-bangunan-lawang.html
https://www.academia.edu/6837942/KONSERVASI_BANGUNAN_TUA-BERSEJARAH
http://yudiseptiawan.blogspot.com/2016/03/konservasi-bangunan-bersejarah-lawang.html
https://id.scribd.com/document/359204245/Konservasi-Arsitektur
Komentar
Posting Komentar